Mural Tak Cuma di Jalan

Senin, 02 Februari 2015 - 10:04 WIB
Mural Tak Cuma di Jalan
Mural Tak Cuma di Jalan
A A A
DULU, mural lebih banyak dijumpai di tembok-tembok jalanan kota sebagai bentuk ekspresi diri atau protes sosial. Kini, mural bisa dijumpai di rumah, kafe, bahkan di mal dalam bentuk yang lebih komersial.

Mural sebagai seni jalanan -yang dulu kerap dilakukan secara diam-diam karena ilegal- saat ini memang berkembang sebagai seni untuk mempercantik sebuah ruangan. Seiring diterimanya seni mural di tengah masyarakat, banyak seniman mural yang kini tak hanya menggambar mural sebagai ekspresi diri atau bagian dari propaganda, tapi menjadikan mural sebagai seni yang bisa dijual.

Rayyan Pratama dari Milli Meters Studio termasuk yang menjalaninya. Belum lama ini, dia mendapat pesanan untuk membuat mural di sebuah rumah di kawasan Pondok Indah. “Mereka minta dibuat di ruang utama, dapur, dan pintu kamar mandi,” ujar Rayyan yang mempromosikan gambar muralnya lewat akun Instagram milli_studio . Menurut alumnus Institut Kesenian Jakarta ini, pemilik rumah umumnya punya permintaan yang beragam tentang gambar muralnya. Namun, sejauh yang pernah dikerjakannya, yang paling banyak diminta adalah gambar tanaman.

“Bisa pohon, bunga, sayur-sayuran, pokoknya tanam-tanaman. Alasannya, mereka suka tumbuh-tumbuhan tapi enggak mau taruh tanaman di dalam rumah atau mereka ingin punya tanaman hias, tapi malas merawatnya jadi lebih baik mural saja,” ucapnya terkekeh. Tak hanya di rumah, mural juga merambah kafe, restoran, dan perkantoran. Seperti restoran Jepang yang pernah dibuat Richard Rich dari Indonesia Mural.

Dia menggambar hal-hal yang berkaitan dengan Negeri Sakura, seperti geisha, samurai, dan lainnya. Karena permintaan klien, objek gambar memang harus sesuai permintaan. “Mereka maunya tembok bagian mana yang mau digambar, bisa besar atau kecil, tergantung mereka maunya seperti apa. Kalau untuk kantor, biasanya dari satu gedung mereka minta untuk kami membuat mural untuk 1 lantai full ,” ungkap Richard.

Menurut dia, pemilik kantor-kantor besar yang menginginkan suasana nonformal biasanya meminta salah satu lantai yang seluruh dindingnya dilukis. Seperti lantai gedung sebuah bank terkenal yang meminta satu lantai dibuat menarik karena akan dijadikan tempat pusat pelatihan para karyawannya. “Saya juga pernah mendapat pesanan dari kantor promotor musik untuk menggambar seorang musisi terkenal saat musisi tersebut akan menggelar konsernya di Indonesia,” ujarnya.

Chikita Fawzi, anak pasangan penyanyi dan aktris Ikang Fawzi-Marissa Haque juga termasuk yang menekuni membuat mural, meski hanya pekerjaan sampingan di luar menyanyi dan sebagai animator. Dia pernah membuat mural di restoran milik penyanyi Endah dan Ressa di kawasan Pamulang. Kafe di kawasan Kemang juga pernah mendapat sentuhan kreativitasnya.

“Mural saya biasanya colorful ,” ujar Chikita yang belum lama ini secara sukarela juga membuat mural di Rumah Harapan, sebuah rumah singgah untuk anak-anak sakit dari keluarga tidak mampu dari daerah, yang sedang berobat di Jakarta. Menurut Richard, biasanya ada dua mekanisme yang berlaku saat seorang seniman mendapat penawaran untuk membuat mural.

Pertama, klien yang sudah memiliki desainer grafis sendiri sehingga pembuat mural sudah menerima desain jadi, termasuk warna yang sudah ditentukan. Mereka hanya tinggal menyalin gambar yang sudah dibuat desainer grafis. Dalam mekanisme ini, komunikasi dengan klien bukan lagi masalah gambar, tapi sudah pada tahap biaya.

Mekanisme kedua, klien hanya mengajukan ide. Ini tentunya lebih sulit karena dibutuhkan diskusi dan persetujuan klien. Cara ini cukup menjadi tantangan karena ini hasil kreativitas pembuat mural untuk diajukan ke klien.

“Jadi saya mulai kerja kalau desain saya sudah disetujui klien,” cerita seniman yang memulai usaha muralnya ini dari sebuah komunitas. Untuk biaya pembuatan mural, menurut Richard, dirinya tidak mematok harga yang sama, tergantung tingkat kesulitan, detail, dan waktu pengerjaan. Semakin besar dan detail yang banyak, tentunya akan membuat waktu pengerjaan yang lama sehingga biaya akan semakin mahal.

Untuk Richard dan rekan-rekannya yang bisa dikunjungi di indonesiamural.com , gambar standar dihargai Rp250.000-Rp500.000 per meter persegi. Untuk pengerjaan mural dalam skala kecil atau sebesar 3x5 m, dia dan timnya membutuhkan waktu 5-7 hari dengan minimal 2 orang yang mengerjakan.

Ananda nararya
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0777 seconds (0.1#10.140)